Thursday, September 11, 2008

Haruskah Saya Membayar Zakat ?

Awalnya saya ingin mengkritisi judul yang saya buat sendiri, tetapi pada gilirannya memang, sudah selayaknya saya harus selalu membuat banyak pertanyaan senada tentang sebuah kewajiban. Apakah itu tentang kewajiban Sholat, Puasa, Berinfaq, Berkurban bahkan bersunat sekalipun. Mengapa " harus " ?

Berawal dari pertanyaan itulah saya dapat " mengkaca diri "

Sudah sedalam apa agama yang bernama Islam saya selami, saya raba sepenuh raga, dan saya sentuh sepenuh utuh ?

Sudah sejauh mana saya ikuti perjalanan doktrin ilahi yang katanya pasti terjamin kebenaranya ? terjamin tujuannya ? dan jelas referensinya (Al-Qur'an) ? dan pasti akan menjawab seluruh perjuangan ubudiah kita.

Baiklah, saya sudahi saja permainan kata dan tanya yang saya buat sendiri, dan mari saya ajak anda langsung masuk kerumah saya melalui pagar beton yang terkunci rapat, melalui pintu jati yang terkunci pasti, masuk ke kamar yang harus melalui kunci lagi dan lagi, dan membuka lemari serta brankas yang juga sudah pasti " wajib terkunci ".

Ah… mengapa saya menjadi budak kunci-kunci pintu pengawal dan penjaga harta saya. sudah tepatkah keputusan saya, mempercayakan pada anak-anak kunci untuk mengawal dan menjaga harta saya yang berlimpah dan berkilau silau. Lalu dimana agama saya yang selama ini mengajarkan tentang konsep " kuasa
atas segalanya " hanya milik Allah Azza wajalla. Di mana keimanan saya yang mempercayai bahwa hanya Allah
Swt saja yang mampu mengurangi, menambah bahkan menghilangkan harta kekayaan saya. Jangan-jangan saya hanya takut sekali kepada pencuri yang akan mengurangi jumlah pundi-pundi harta saya.

Lho… koq..?! dengan pencuri saja koq takut.., dengan pengemis pun takut…, apalagi melihat anak yatim dan peminta shadaqah untuk membangun masjid, uhh.. rasanya sebel banget..?! (e.. tanya kenapa ?!) Sudah tepatkah ketakutan saya pada mereka, betulkah mereka-mereka yang saya takuti akan segera mengurangi, dan menghabiskan harta jutaan saya. Maklumlah… anda kan tahu betapa sakit dan susahnya saya mendapatkan harta-harta saya itu, saya harus bekerja seharian, banting tulang sambil peras keringat, kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki, bahkan sedikit menjilat jika perlu..! Kuhabiskan waktu siangku untuk mengeruk bukit harta dunia dan kugadangkan mataku semalaman untuk menghitung-hitung koin uang emasku. Lagi dan lagi sampai tak bernyawa lagi.. tentu.

Apa urusanku dengan para fakir, miskin, para petugas zakat (amilin), mu'allaf (orang yang baru masuk Islam) Riqob (budak), Gharimin (orang terhutang/bangrut) Ibnu sabil (musafir) dan sabilillah(berjuang mendakwahkan agama Allah). Ya..ya .. saya tahu, saya sangat mengerti, dan juga faham betul akan kesulitan hidup mereka, kelaparan mereka, anak-anak mereka yang menangis karena minta dibelikan baju baru buat lebaran nanti, anak-anak yatim yang mondar-mandir disekitar kuburan ayahnya, kuburan ibunya, sambil mengingat saat-saat bahagia bersama keluarga menjelang lebaran yang katanya hari kemenanngan dan fitri.

Lalu apa hubungannya mereka semua dengan harta-harta kesayanganku… ?!

Ah… kenapa saya jadi merinding membayangkannya… ya ?! Lho… koq… saya tiba-tiba ingin meneteskan air mata…?! Ada apa ini semua… ?!

Astaghfirullah… astaghfirullahal adzhim…?! Saya tidak boleh berlarut-larut oleh bayangan dan lamunan setan saya..?! saya harus kembali sadar merengkuh kebenaran, kejujuran dan keberanian untuk menampar kesombongan saya. Ada apa dengan saya..?! bukankah saya faham se faham-fahamnya bahwa di setiap sholat, saya selalu membaca do'a Iftitah, dan ada kalimat yang artinya " Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya milik Allah ". Astaghfirullahal adzhim…?! Kenapa baru kusadari bahwa semua milikku adalah barang titipan. Jangankan harta kekayaanku yang nampak, bahkan nyawaku saja yang tersembunyi dibalik tulang sulbhi adalah barang titipan yang pasti akan di ambil oleh pemilik-Nya. Lalu kenapa aku harus takut kepada orang-orang yang kulamunkan di atas tadi..?! Ya Allah ampuni kebodohanku, ampuni ketololanku, ampuni kekikiranku…!

Berapa kali sudah saya buka, buku pedoman zakat yang tergeletak di rak jati saya. Masih juga nggak nyadar bahwa harta yang kutakutkan itu ternyata hanya 2,5 % dari kepemilikanku yang melimpah ruah.

Ah…. Masih juga aku ndak nyadar bahwa 2,5 % yang ku kuatirkan itu ternyata hanya kotoran hartaku dimata Allah dan Rasulullah. Kotoran harta yang harus ku keluarkan untuk mereka yang berhak menerimanya. Kotoran harta kekayaanku yang akan menghantarkan semua amal ibadahku, puasaku, shadaqahku, infaqku, taddarusku, sampai kepada Allah, dan kotoran harta itu pula yang bisa membuat para fakir miskin tersenyum, anak-anak mereka tertawa kegirangan karena besok akan berlebaran dengan baju baru, para yatim piatu yang berhenti mondar-mandir karena diajak kepasar olehku untuk memilih sendiri baju, sarung dan makanan kesukaannya.

Alhamdulillah… ya Allah …, akhirnya engkau sadarkan aku di bulan Ramadhan yang mulya ini untuk segera ku tunaikan kewajibanku mengeluarkan zakat, baik itu zakat maal ataupun zakat fitrah, Besok akan kutanyakan langsung kepada petugas zakat, bagaimana cara menghitung dan membayar zakat harta kekayaanku (maal), kan ku niatkan dan kutekad bulatkan untuk menjauhkan anak-anak kunci kekikiranku, dan akan ku mudahkan 2,5 % dari hartaku menjadi milik mereka yang berhak memilikinya. Aku yakin, aku tidak akan pernah jatuh miskin hanya karena mengeluarkan 2,5 % hartaku, karena sampai detik ini belum ada dan tidak akan pernah ada berita bahwa ada orang kaya jatuh miskin hanya karena mengeluarkan 2,5 % hartanya. Saya harus yaqin seyakin yakinnya, bahwa Allah akan menerima pahala ibadahku, menambahkan kesuburan pada hartaku, dan menjadikan aku menjadi manusia yang lembut hati kepada orang-orang yang pernah ku takutkan dulu.

Ah… ternyata …., saya memang harus dan harus segera menghitung hartaku dan membayarkan zakatnya ….. ?!

Karena kenikmatan hartaku belum ada seujung kukunya dibandingkan kenikmatan Syurga dan Ridha-Nya. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadahku… amin.